Kota Padang Panjang adalah salah satu Daerah Tingkat
II di Provinsi Sumatra Barat, Indonesia. Kota ini memiliki luas wilayah
23 km² dan populasi 45.000 jiwa.
Di kota ini berdiri sekolah agama Islam terkenal Sumatra Thawalib.
Selain itu di sini terdapat pula Institut Seni Indonesia (ISI) Padang
Panjang, Perguruan Diniyah Putri dan Pusat Dokumentasi dan Informasi
Kebudayaan Minangkabau (PDKIM).
Dengan ketinggian lebih dari 700m dpl, kota ini berhawa sejuk. Di
bagian Utara dan agak ke Barat berjejer 3 gunung, Marapi, Singgalang,
dan Tandikek. daerah ini penghasil sayur mayur, setra beras.
Salah satu tempat wisata yang banyak dikunjungi adalah “Aia Mancua”,
yang terletak dipinggir jalan dari arah Padang. Nama ini agak unik,
karena secara umum “air mancur” memancar dari bawah ke atas, sedangkan
di sini, sebenarnya berupa air terjun.
Selain itu lebih kurang 15 kilometer ke arah Timur Kota Padang
Panjang terdapat Danau Singkarak ada spesies yang uniknya hanya terdapat
di danau Singkarak yaitu ikan bilih.
Danau Singkarak juga dikenal sebagai tempat yang cukup menjanjikan
sebagai daerah wisata memancing. Hal ini dibuktikan dengan ramainya
kawasan di seputaran Danau Singkarak dengan para pemancing yang berasal
dari kota sekitar Danau Singkarak maupun dari luar Propinsi Sumatera
Barat. Sentra-sentra daerah pemancingan yang umum dijadikan lokasi
pemancingan diantaranya Ngalau, Sumpur Sudut, Pasar Malalo, Ombilin,
Baiang, Intake PLTA Singkarak atau yang lebih dikenal dengan nama
Terowongan dan banyak lokasi lainnya. Diantara jenis ikan-ikan yang umum
dipancing yaitu asang, piyek, balingka, baung, dan ikan yang menjadi
legenda Sasau, yang konon dapat mencapai ukuran berat hingga 8 Kg.
Padang Panjang dulunya dikenal sebagai Pasar Sentral oleh masyarakat
dari daerah-daerah satelit di sekitar Kota Padang Panjang seperti
Batipuh, Panyalaian, Koto Baru, Kayu Tanam, Sicincin, dan banyak daerah
lainnya.
Padang Panjang memiliki rel kereta api “bergigi”, ditengah-tengah,
untuk membantu lokomotif (jaman dahulu lokomotif uap) ditanjakan.
Sebagai salah satu kota di Provinsi Sumbar, Padang Panjang termasuk
biasa-biasa saja, tak ada keunggulan yang tergolong kompetitif. Sadar
tidak memiliki keunggulan yang cukup bersaing dibandingkan daerah
lainnya mendorong Padang Panjang memutar otak untuk mengangkat nama
wilayahnya.
Salah satu cara yang ditempuh yaitu dengan mengembalikan ciri khasnya
sebagai kota bernuansa Islami. Alasannya konon sejak awal abad 20
daerah ini telah menjadi tempat belajar dan mendalami ajaran agama
Islam. Proporsi penduduk Padang Panjang yang 99 persen muslim pun
menguatkan niat tersebut.
Berbagai lembaga pendidikan khususnya yang bernafaskan Islam banyak
didirikan seiring dengan niat Padang Panjang. Di Wilayah yang luasnya
hanya 0,05 persen dari luas Provinsi Sumbar ini setidaknya terdapat lima
pondok pesantren ternama yaitu Serambi Mekkah, Thawalib Putri, Diniyah
Putri, dan Kauman Muhammadiyah. Jumlah Taman Pendidikan Al Quran pun
tidak kurang dari 54 buah.
Menjadikan wilayah ini sebagai rujukan pengajaran agama Islam, salah
satunya dengan menyediakan fasilitas pendidikan, sudah menjadi agenda
Padang Panjang yang memang berorientasi pada jasa pelayanan.
Sekurang-kurangnya dlam kurun waktu lima tahun sejak 1996 sektor inilah
yang memberi nafas kehidupan di kota ini.
Sektor perdagangan, hotel, dan pariwisata tak kurang perannya dalam
mengembangkan Padang Panjang. Di tahun 2000 sebanyak 37,12 persen tenaga
kerja wilayah ini yang totalnya mencapai 14.988 orang menggantungkan
mata pencahariannya di bidang ini.
Kegiatan perdagangan kota terpusat di Pasar Padang Panjang yang
terletak di Kecamatan Padang Panjang Barat. Sementara itu obyek-obyek
wisata tersebar di beberapa tempat yang letaknya mudah dijangkau dari
pusat kota.
Perkembangan dunia perdagangan dan industri berdampak terhadap
mobilitas masyarakatnya. Maraknya bisnis angkutan menjawab permasalahan
itu. Diatas fasilitas jalan raya yang 86 persennya tergolong baik dan
sedang, melaju sekurang-kurangnya 146 angkot. Dari jumlah tersebut
hingga Juni 2002 Pemda Kota Padang Panjang berhasil mengutip retribusi
terminal tak kurang dari Rp. 215,4 juta.
Disamping usaha perdagangan, bisnis pertanian ternyata masih menjadi
salah satu usaha yang dilirik masyarakatnya. Sekurang-kurangnya sejak
1998, ketika krisis nasional terjadi, sumbangan usaha ini terhadap
perekonomian Padang Panjang terus mengalami peningkatan.
Selain jumlah hari hujan yang cukup tinggi yaitu rata-rata 256 hari
per tahun, lahan pertaniannya pun cukup tersedia. Sebagai gambaran
sekitar 57 persen wilayah padang Panjang tersita untuk sawa, kebun,
hutan rakyat, dan empang. Meski tidak semuanya produktif setidaknya
menunjukkan potensi yang dimiliki.
Bagi Padang Panjang sub sektor tanaman pangan dan hortikultura serta
sub sektor peternakan memberi andil besar terhadap dunia pertanian.
Meski pertumbuhannya sempat negaif dari tahun 1999 ke 2000,
produktivitas padi misalnya mencapai 5,6 ton perhektar di tahun 2000.
Jumlah ini adalah yang tertinggi dibandingkan dengan tahun-tahun
sebelumnya. Penghasil padi terbesar daerah ini terletak di Kecamatan
Padang Panjang Timur, tepatnya di Kelurahan Guguk Malintang, Kelurahan
Ekor Lubuk, dan Kelurahan Ganting.
Topografi Padang Panjang yang bergelombang dan berada di ketinggian
650-850 meter dpl rupanya menguntungkan usaha peternakan daerah ini.
Suhu udara yang sejuk serta suburnya tanaman pakan ternak merupakan
salah satu alasannya. Melalui sektor ini sekurang-kurangnya disumbang
Rp. 13,7 milyar tahun 2000. Angka tersebut terbilang kecil jika
dibandingkan dengan total kegiatan ekonomi Padang Panjang yang jumlahnya
mencapai Rp 243,7 milyar di tahun yang sama.
Meski demikian di balik minimnya angka tersebut, bidang ini menjadi
salah satu sumber berkembangnya industri kecil. Dari hasil pemotongan
hewan seperti sapi, kerbau, dan kambing diperoleh kulit yang nantinya
muncul sebagai salah satu produk unggulan Padang Panjang. Sepatu,sandal,
dan tas misalnya menjadi komoditas andalan industri kulit. Ada pula
industri penyamakan kulit yang memproduksi kulit sol serta kulit lapis.
Selain kulit ternak berkembang pula industri pengolahan daging sapi
khususnya yang dibuat menjadi dendeng salai, yaitu daging yang
dikeringkan atau diawetkan setelah dibumbui terlebih dahulu. Komoditas
ini menjadi salah satu produk unggulan Padang Panjang yang ikut
meramaikan dunia perdagangan wilayah ini.
Di samping usaha pertanian sebagai alternatif penyangga kegiatan
ekonominya, hasil alam seperti kapur juga memberi manfaat terhadap
perkembangan industri kota ini. Nilai produksinya mencapai Rp 13,4
milyar dari 6 perusahaan yang tercatat pada tahun 2001. Tetapi sayang
kualitasnya dianggap kurang memadai mengingat proses pengolahannya yang
masih menggunakan batu bara, sementara daerah lain sudah menggunakan gas
sebagai bahan bakarnya.
Padang Panjang, Kota Kecil Berpotensi Besar
Meski terkesan kota “sambil lalu”, yaitu kota yang hanya dilewati
atau terlihat sebentar sambil jalan di jalur lintasan Trans-Sumatera,
Padang Panjang jangan dianggap “angin lalu”. Cobalah mampir barang
beberapa lama dan berkelilinglah. Anda akan menemukan sejumlah potensi
besar di kota terkecil (seluas 23 km persegi) di antara 15
kota/kabupaten lainnya di Sumbar tersebut.
Anda mungkin bertanya-tanya, mengapa di kota yang bersih, berhawa
sejuk, dan bercurah hujan rata-rata 3.259 mm per tahun ini banyak sekali
pelajar dan masyarakat berpakaian islami (semacam pesantren). Lewat
catatan sejarah, sejak zaman penjajahan telah berkembang sarana dan
prasarana pendidikan agama islam seperti Diniyah Putri, Thawalib Gunung,
dan Madrasah Isyadin Nas.
“Lembaga-lembaga ini terkenal ke seluruh pelosok Nusantara, bahkan
sampai ke mancanegara. Banyak juga tokoh ulama dan tokoh nasional yang
mendapatkan pendidikan dari sini, sehingga Padang Panjang dulu dikenal
sebagai pusat pergerakan pemikiran Islam yang disegani dan basis
pendidikan Islam terkemuka di Indonesia,” kata Sekretaris Kota Padang
Panjang Aulizul Syuib.
Dengan berlatar pendidikan Islam yang termasyhur itu, Padang Panjang
pun dijuluki “Kota Serambi Mekkah”. Julukan itu dikukuhkan oleh DPRD
setempat tanggal 21 Maret 1999.
Sebagai kota yang menginvestasikan diri untuk peningkatan kualitas
SDM, di Padang Panjang juga terdapat SMU unggul untuk Sumbar dan sekolah
seni satu-satunya di Sumatera, yakni Institut Seni Indonesia (ISI).
Untuk penunjang, di kota yang wilayahnya berada di sekitar Gunung Merapi
(2.891 m), Gunung Singgalang (2.877 m), dan Gunung Tandikek (2.438
m)-daerah aktif dan rawan gempa bumi-itu juga terdapat Pusat Dokumentasi
dan Informasi Kebudayaan Minangkabau (PDIKM).
Meski pendapatan per kapita Kota Padang Panjang lebih tinggi
dibanding kota lainnya di Sumbar, yakni Rp. 2.225 juta (tahun 2000)
pembangunan di bidang ekonomi untuk mewujudkan ekonomi kerakyatan yang
semakin mandiri tetap menjadi prioritas sebagaimana telah dituangkan
dalam Pola Dasar Pembangunan Kota Padang Panjang 2001-2005.
Menurut Aulizul Syuib, Padang Panjang dengan pertumbuhan ekonomi
sebesar 3,63 persen, memiliki beberapa potensi alam yang belum
sepenuhnya tergarap, antara lain bukit batu yang dapat diolah menjadi
kapur bakar sebagai bahan bangunan, kapur pertanian, bahan baku pabik
cat, dan semen. “Deposit batu kapur yang bisa dieksploitasi adalah
sebanyak 43.065.000 ton. Pada saat ini jumlah tungku pembakaran batu
kapur ada 38 unit, dengan produksi rat-rata 6-8 ton per hari,” paparnya.
Kemudian, potensi sumber mata air pegunungan. Menurut hasil
penelitian, potensinya menyebar di seluruh Kota Padang Panjang, dimana
potensi yang belum termanfaatkan adalah sebanyak 390,4 liter per detik.
“Terbuka peluang bagi calon investor untuk mendirikan industri air minum
dalam kemasan. Secara komparatif, posisi lebih unggul karena posisi
Padang Panjang yang strategis untuk lokasi produksi, perdagangan, dan
jasa. Kota ini dilalui jalur lintas tengah Sumatera, dekat dengan
Provinsi Riau, jambi, dan negara tetangga Singapura,” kata Kepala
Bappeda Kota Padang panjang Budi Hariyanto.
Potensi lain yang belum tergarap adalah pengembangan peternakan dan industri ikutannya. Untuk daging
sapi, kualitas daging sapi potong segar dari Padang Panjang sudah
sangat terkenal. Rasa dan keempukkannya daging sapi Padang panjang beda
dengan sapi daerah lainnya. Sama halnya kalau Anda pernah ke Republik
Namibia atau Cape Town, di Republik Afrika Selatan, maka kualitas dan
rasa daging sapi disana tak ada bandingnya dengan negara manapun.
Disamping daging, potensi yang bisa dikembangkan adalah sapi perah
yang menghasilkan susu segar. Dalam hal ini susu segar yang dihasilkan
di Padang Panjang, menurut penelitian produksinya, lebih besar daripada
daerah dataran rendah. Secara geografis Padang Panjang terletak pada
ketinggian 650 meter diatas permukaan laut.
Ubtuk industri ikutannya, baru ada satu pabrik penyamakan kulit untuk
diolah menjadi kulit setengah jadi. Karena itu, selain terbuka peluang
untuk investasi di bidang penyamakan kulit, juga terbuka peluang untuk
pengembangan kulit setengah jadi menjadi hasil kerajianan yang bernilai
tinggi seperti tas, sepatu, ikat pinggang, dan berbagai jenis aksesoris.
Dengan iklim yang sejuk, Curah hujan yang tinggi, dan didukung jenis
andosol yang berasal dari abu vulkanik yang subur, Padang Panjang juga
potensial untuk sektor pertanian dan holtikultura. Produktivitas seluruh
komoditas pertanian di kota ini lebih tinggi dibandingkan dengan daerah
lain. Sebagai gambaran, dari luas sawah 695 hektar dan tegalan seluas
345,5 hektar, dihasilkan padi sekitar 5.694 ton, palawija 2.136 ton, dan
sayuran 3.622 ton.
Selain itu, bunga yang juga menjadi bagian julukan Kota Padang
Panjang, yakni sebagai kota berbunga, juga mempunyai potensi untuk
dikembangkan. “Rata-rata per tahun produksi itu dipasarkan ke Padang,
sedangkan 75 persen lagi belum terpasarkan. Jenis yang paling banyak
dibudidayakan adalah jenis bunga potong seperti Anthurium (panah
Asmara),” papar Budi Hariyanto.
Potensi pariwisata juga tak kalah bagus dan menariknya untuk
dikembangkan. Ada PDIKM dan Perkampungan Minangkabau yang kini belum
tergarap maksimal, bahkan terkesan terlantar. Kehadiran ISI juga
mendukung keberadaan Padang panjang sebagai kota tujuan utama wisata. Minang Fantasy Waterpark menyempurnakan Padang Panjang sebagai tujuan wisata.
Khusus untuk pembangunan ekonomi tadi, kebijakan Pemda Kota Padang
Panjang diarahkan pada upaya-upaya peningkatan sektor potensi melalui
peran swasta. Untuk menarik investor, kata Aulizul Syuib, Pemda kota
Padang Panjang akan menggalakkan kunjungan bisnis atau
menyosialisasikannya atau memasarkannya ke tengah masyarakat pengusaha
dalam dan luar negeri.
Situs resmi Pemerintah Kota Padangpanjang: http://padangpanjangkota.go.id/
Sejarah Kota Padang Panjang
Padang Panjang adalah sebuah Kota kecil dalam lingkungan Propinsi
Sumatera Barat terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1956.
Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 maka Kota kecil ini
memiliki status yang sejajar dengan daerah Kabupaten dan Kota lainnya.
Berdasarkan Keputusan DPRD Peralihan Kota Praja Nomor :
12/K/DPRD-PP/57 tanggal 25 September 1957, maka Kota Padang Panjang
dibagi atas 4 wilayah administrasi yang disebut dengan Resort, yakni
Resort Gunung, Resort Lareh Nan Panjang, Resort Pasar dan Resort Bukit
Surungan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 istilah Kota
Praja diganti menjadi Kota Madya dan berdasarkan Peraturan Menteri Nomor
44 tahun 1980 dan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1982 tentang
Susunan dan Tata Kerja Pemerintahan Kelurahan, maka Resort diganti
menjadi Kecamatan dan Jorong diganti menjadi Kelurahan. Sedangkan
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1982 Kota Padang Panjang
dibagi atas dua Kecamatan dengan 16 Kelurahan.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI maka untuk menjalankan roda
pemerintahan, Padang Panjang dijadikan suatu kewedanaan yang wilayahnya
meliputi Padang Panjang, Batipuh dan X Koto yang berkedudukan di
Padang Panjang.
Berdasarkan Ketetapan Ketua PDRI tanggal 1 Januari 1950 tentang
Pembagian Propinsi juga sekaligus ditetapkan pula pembagian Kabupaten
dan Kota antara lain Bapituh dan X Koto kedalam wilayah Kabupaten Tanah
Datar, sehingga Padang Panjang hanya merupakan tempat kedudukan Wedana
yang mengkoordinir Kecamatan X Koto.
Kemudian berdasarkan UU No. 8 tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah
Otonom Kota Kecil di lingkungan Propinsi Sumatera Tengah, maka lahir
secara resmi Kota Kecil Padang Panjang.
Pada tahun 1957 dilantik Walikota pertama dan sebagai Daerah Otonom
sesuai dengan Keputusan DPRD Peralihan Kota Praja Nomor: 12/K/DPRD-PP/57
dan Peraturan Daerah No. 34/K/DPRD-1957 dibentuk 4 Resort dan
masing-masing Resort membawahi 4 Jorong sbb :
1. Resort Gunung, membawahi Jorong :
- Ganting
- Sigando
- Ekor Lubuk
- Ngalau
2. Resor Lareh Nan Panjang, membawahi Jorong :
- Tanah Pak Lambik
- Guguk Malintang
- Koto Panjang
- Koto Katik
3. Resort Pasar, membawahi :
- Pasar Baru
- Pasar Usang
- Tanah Hitam
- Balai-Balai
4. Resort Bukit Surungan, membawahi
- Silaing Bawah
- Silaing Atas
- Kampung Manggis
- Bukit Surungan
Dengan keluarnya Peraturan Pemerintah No. 13 tahun 1982 Kotamadya
Daerah Tingkat II Padang Panjang secara Adminstratif, dibagi dalam 2
Wilayah Kecamatan yaitu Padang Panjang Barat dan Padang Panjang Timur.
Kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 16 tahun 1982 dan
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 44 tahun 1980 maka Resort diganti
menjadi Kecamatan dan Jorong diganti menjadi Kelurahan.
Pembentukan KAN, dilaksanakan setelah MUBES LKAAM di Payakumbuh tahun 1966 di Kotamadya Padang Panjang terbentuk 3 buah KAN :
1. KAN Bukit Surungan
2. KAN Gunung
3. KAN Lareh Nan Panjang
Sedangkan Resort Pasar, karena sebagian besar penduduknya pendatang tidak dibentuk KAN.
Penetapan Hari Jadi Kota Padang Panjang
Hari Jadi Kota Padang Panjang yang selama ini diperingati tanggal 23
Maret setiap tahunnya, sesuai dengan tanggal pengundangan dari
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kota
Kecil dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Tengah, ternyata masih
banyak masyarakat / warga Kota Padang Panjang yang belum dapat menerima
atau mengakui Hari Jadi dimaksud. Hal ini disebabkan karena dalam
sejarah perkembangannya, Padang Panjang sebetulnya sudah ada sejak
beberapa ratus tahun yang lalu.
Terhadap penetapan Hari Jadi Kota Padang Panjang tersebut di atas,
beberapa tahun terakhir ini masyarakat / warga Kota Padang Panjang
mengusulkan kepada Pemerintah Kota Padang Panjang untuk meninjau kembali
melalui suatu kajian sejarah yang melibatkan Tokoh Masyarakat,
Sejarawan atau kalangan Akademisi serta Stake Holders lainnya di
lingkungan Pemerintah Kota Padang Panjang. Atas usul masyarakat inilah
Pemerintah Kota Padang Panjang pada tahun 2002 yang lalu membentuk Badan
Kajian Sejarah dan Perjuangan Bangsa (BKSPB) Kota Padang Panjang yang
ditetapkan dengan Keputusan Walikota Padang Panjang Nomor 227 Tahun 2002
yang antara lain bertugas meninjau dan mengkaji ulang Hari Jadi Kota
Padang Panjang berdasarkan sejarah atau historis dan perkembangan yang
telah ada beberapa ratus tahun yang lalu.
Hasil kegiatan BKSPB Kota Padang Panjang terhadap Hari Jadi Kota
Padang Panjang dimaksud sesuai dengan tahapannya telah disempurnakan
melalui Kegiatan Seminar Sehari yang diadakan pada tanggal 12 Maret 2003
yang dihadiri oleh Tim Penulis, BKSPB, Anggota DPRD, Dinas/Instansi
serta Tokoh Masyarakat dan Stake Holders lainnya di lingkungan
Pemerintah Kota Padang Panjang. Pada saat itu disepakati bahwa penetapan
Hari Jadi Kota Padang Panjang adalah tanggal 1 Desember 1790 dan untuk
pertama kalinya diperingati pada tanggal 1 Desember 2004 dan dilanjutkan
pada tahun-tahun berikutnya. Untuk lebih menguatkan legalitas atau
dasar hukum dari penetapan Hari Jadi Kota Padang Panjang tanggal 1
Desember 1790 ditetapkan dengan suatu Peraturan Daerah yaitu Peraturan
Daerah Kota Padang Panjang Nomor 17 Tahun 2004 tentang Penetapan Hari
Jadi Kota Padang Panjang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar